Mengenal sepak bola sejak berumur sepuluh tahun, Max Timisela dikenal memiliki kemampuan brilian mengolah si "kulit bundar”. Babeh Maksi, biasa dia disapa, piawai menjebol gawang lawan dengan aksi "Balik Bandung" atau kontra salto. Ia berkiprah di Persib mulai tahun 1962. Max Timisela adalah pemain keturunan Maluku, tetapi lahir di Cimahi Bandung pada 7 Mei 1944. Ketika bergabung dengan timnas PSSI, membawanya pergi keberbagai negara di belahan dunia. Ketika Tur Eropa melawan klub dari Jerman, Werder Bremen pada tahun 1965, timnas kalah 5-6. Max berhasil mencuri perhatian dengan mencetak dua gol. Saat itu juga, pelatih Werder Bremen, Heer Brocker sempat kepincut untuk merekrutnya.
"Saat itu, kita memang harus mengedepankan motivasi untuk membela Persib. Untuk bisa masuk Persib harus memiliki motivasi besar karena dulu sangat sulit bisa menjadi bagian skuad Persib. Setiap pemain harus berkompetisi. Seandainya tidak memiliki kemampuan bagus, tentunya kita tidak bisa masuk dalam daftar pemain," kata pemain era 60-an dengan nomber punggung 16 itu.
Pada tahun 60-an Persib sudah banyak dihuni pemain dari luar suku Sunda, salah satunya yaitu keluarga Timisela dari Maluku. Keluarga Timisela yang memperkuat Persib adalah Pietje Timisela, Hengki Timisela, dan Max Timisela. Pietje dan Hengki lebih awal bergabung dengan Persib, setelah itu barulah generasi berikutnya Max Timisela. Meskipun pada zaman itu pemain Persib berbeda suku, tetapi di dalam diri setiap pemain ditanamkan motivasi besar untuk membela tim "Pangeran Biru". Rekan bermain Max di antaranya, Samsudin (kiper), Risnandar, Giantoro, Encas Tonif, Kosasih B, Ganda, Wiwin, Nandar Iskandar, Atik, Teten, Cecep, Dedi Sutendi.
Dengan menanamkan motivasi besar itulah, Persib bisa melambung tinggi pada jajaran tim elit era itu. Babeh Maksi, dengan talenta dan bakat alam yang dimilikinya, gantung sepatu pada usia 35 tahun, tepatnya pada tahun 1979. Rasa bangga, cinta dan tentunya rasa memiliki terhadap Persib sangat melekat pada diri Max Timisela, terlontar kalimat darinya, "Saya cinta sepak bola dan saya tidak bisa lepas dari sepak bola."
Prestasi bersama Persib yang pernah diraihnya tidak main-main. Ia membawa Piala Jusuf di Makassar, Piala Tugu Muda di Semarang, dan Piala Surya di Surabaya. Setelah pensiun, Max Timisela pernah menjadi asisten pelatih, rentang waktu tahun 1985–1990. Prestasi yang dia dapat ketika menjadi asisten pelatih Kompetisi Perserikatan 1986. Saat itu, Persib meraih juara dengan mengalahkan Perseman Manokwari 1-0 PERSIB juara. Max tercatat menjadi asisten pelatih Nandar Iskandar, bersama Indra Thohir sebagai pelatih fisik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda..
Komentar Tidak Langsung Terbit Karena Akan Dimoderasi Terlebih Dahulu..